Hallo sobat
Selamat Datang Kembali di Dunia Statistika
Selamat Datang Kembali di Dunia Statistika
Habis Ujian, Terbitlah Liburan. Mungkin pepatah itu yang cocok disematkan untuk para siswa dan mahasiswa sekarang. Seperti pepatah tersebut, kali ini aku tidak akan bercerita mengenai Statistik dan sebagainya. Melainkan aku akan bercerita tentang Pengalamanku yang menurutku sangat tak terlupakan saat berkunjung ke Coban Rais.
Hampir sepekan pasca ujian, liburan tak kunjung datang. Memilih untuk tidak pulang kampung karena ingin menjelajah wisata di tanah jawa, namun yang kudapat hanyalah mengurung diri di kos-kosan. Tidak mempunyai teman adalah alasan terbesarku untuk enggan melangkahkan kaki ke tempat wisata. Tak heran, karena hampir semua teman teman ku pulang ke kampung halaman mereka.
Sampailah pada hari Kamis, 4 Januari 2018 pukul 9.30 saat aku sedang menonton film "Sherlock Holmes" yang belum sempat kutonton, tiba-tiba sebuah telepon masuk. Setelah ku lihat, ternyata dari teman ku Ajeng. Ajeng bilang kalau dia sama Daniel berencana untuk liburan ke Coban Rais pada hari itu juga. Jelas yang pertama kupikirkan adalah "Terlalu Mendadak". Setelah berpikir sejenak, kusarankan untuk sore hari itu cukup jalan-jalan ke Kampung Warna Jodipan yang notabene itu masih satu kota dengan tempat kita dan rencana untuk ke Coban Rais ditunda sampai sabtu harinya. Tapi saranku ditolak karena Ajeng ingin ke tempat wisata di Kota Batu dan dia pulang kampung jum'at besoknya. Karena mendengar alasan Ajeng, kuputuskan untuk menyetujui liburan ke Kota Batu.
Karena diantara kita bertiga yang punya motor cuma Ajeng, dan kalau mau rental terlalu mendadak, maka kita putuskan untuk pergi menggunakan taksi online. Pertanyaan baru muncul, "Apakah kita harus ke Coban Rais yang kita ketahui letaknya cukup jauh dari jalan besar dan susah untuk mendapatkan taksi online, atau cukup ke Jatim Park yang berada di tepi jalan besar dan lumayan mudah mendapatkan taksi online ?" Walau dengan risiko sulit untuk mendapatkan taksi online, Daniel tetap keras kepala ingin ke Coban Rais. karena tidak ingin mengecewakan teman dan kebetulan aku juga belum pernah ke sana, akhirnya ku setujui rencana itu.
Setelah membeli snack dan air untuk diperjalanan akhirnya kita kumpul di titik temu yang telah ditentukan sebelumnya. Benar saja dugaan kita di awal, sangat susah menemukan driver yang mau mengantar kita ke Coban Rais. Beberapa driver yang sudah menerima bahkan membatalkan pesanan yang diambilnya. Sempat ada seorang driver yang menerima pesanan kami dan mau mengantar, tapi dia bilang kalau tarifnya tidak bisa menggunakan tarif online sebesar 48 ribu, dan harus menggunakan tarif yang ditetapkannya sebesar 100 ribu rupiah. Jelas mendengar hal tersebut kita membatalkan pesanan karena perbedaan harga yang lebih dari 2 kali lipat. Setelah mencoba beberapa kali akhirnya kita menemukan seorang driver yang mau mengantar kita menggunakan tarif online.
Saat itu jam 12.00 kita baru mendapatkan taksi untuk ke sana. Karena terlalu siang untuk menuju Coban nya, kita memutuskan untuk ke spot foto Batu Flower Garden yang berada dijalur yang sama 2km sebelum Coban Rais.
source : Adeutomo.com |
Sampailah di pintu masuk Coban Rais. Udara dingin dan langit yang berawan menyambut kedatangan kami. Setelah membayar taksi online kami langkahkan kaki ke dalam coban rais. begitu masuk, tukang ojek menyambut kami dengan rayuan manisnya. Ditambah dengan cuaca yang mendung , menambah kuat alasan mereka untuk meyakinkan kami menggunakan jasa ojek menuju tempat pembelian tiket. Mereka mengatakan kalau hujan turun dan kabut naik, maka loket tiket akan ditutup.
Peta wisata Coban Rais (maaf, khilaf ISO nya ketinggian) |
Karena loketnya yang hanya berjarak 1 km kita putuskan untuk jalan kaki saja. Sebelum mulai jalan kita putuskan untuk berhenti di mushala terlebih dahulu karena kita belum melaksanakan shalat dzhuhur. Oh iya, untuk kamu yang muslim traveller tidak perlu khawatir berwisata ke Batu Flower Garden karena sepengetahuan saya di area wisatanya terdapat 3 mushalla. Yang pertama berada di dekat gerbang, kedua di tempat pengambilan foto, dan ketiga di tempat pembelian tiket. Kembali ke cerita, setelah shalat kita melanjutkan perjalanan ke tempat pembelian tiket karena tempat pembelian tiket berada di titik paling atas area wisata Batu Flower Garden. Melihat hari yang kian mendung, akhirnya kita putuskan untuk menggunakan jasa ojek.
(foto diambil dari loket) |
Sekitar 5 menit perjalanan sepeda motor, sampailah kita ke tempat pembelian tiket. Terdapat banyak sekali pilihan spot foto dengan harga beragam mulai dari 10 ribu sampai 50 ribu rupiah perspot fotonya. Bahkan ada juga paket 100 ribu untuk 6 spot foto, semua tergantung kepada kita ingin spot yang mana.selain tarif untuk spot foto, pihak pengelola juga mengenakan tarif untuk kamera DSLR sebesar 15 ribu rupiah perkamera dan Action Cam sebesar 10 ribu perkamera. Tapi selain spot foto yang bertarif, ada juga tempat yang layak dijadikan spot foto tanpa bayar.
Singkat cerita tentang wahana, karena saya tidak akan mengulas terlalu banyak tentang area wisatanya karena inti dari cerita ini adalah perjalanan yang kami tempuh. sekitar 2 jam berfoto ria, akhirnya pukul 15.00 kita memutuskan untuk berhenti berfoto dan mengambil softfile di spot foto paling bawah, sekitar 400 meter dari gerbang. Sektitar 45 menit antri akhirnya tiba giliran kita untuk mengambil softfile. Setelah itu kita saling berbagi foto yang dari masing masing hp dan DSLR yang dibawa Ajeng, sembari melaksanakan shalat Ashar.
Sekitar pukul 16.15 kami memutuskan untuk turun ke gerbang dan memesan taksi online. Suasana berkabut mengiringi perjalanan turun kami, hingga di gerbang kabut sangat tebal hingga membuat jarak pandang tak lebih dari 10 meter. Berjuang mencari sinyal saja sudah membuat kami cukup pusing. Tak lama kemudian datang ibu-ibu menghampiri kami. Beliau mengatakan bahwa di daerah tersebut memang sangat susah untuk mencari taksi online, bahkan hampir tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah kita harus sampai ke jalan besar yang berjarak 2,7 km. Seperti dugaanku, ibu-ibu itu memang berniat menolong dengan menawarkan ojek yang tak lain adalah keluarga/kerabatnya. Dengan tarif 20 ribu rupiah perorang untuk 2,7 km kami menolak. Mungkin yang kami pikirkan saat itu adalah masih ada harapan untuk mendapatkan taksi online. lalu kami turun sedikit ke pemukiman warga, Namun karena turun hujan, lalu kami berteduh di sebuah pos yang berada di perempatan jalan.
Benar saja perkataan ibu-ibu itu, sampai pukul 17.30 kami belum sama sekali mendapatkan driver yang mau mengantar kami pulang. Hujan yang cukup deras membuat udara menjadi semakin dingin. Tapi ada hikmah dibalik hujan, setelah hujan, kabut kabut yang tadinya menyelimuti jalanan perlahan menghilang. Lalu berbekal tekad dan rute dari google map, kami memutuskan untuk jalan kaki menuju jalan besar.
Sebenarnya rute yang ditunjukkan goole map adalah jalur yang berwarna biru. Tapi entah apa yang kami pikirkan, justru jalur merah yang tidak dipilih google terasa seperti jauh lebih dekat dari pada jalur biru. Satu hal yang kami pikirkan waktu itu kenapa jalur merah tidak dipilih, kami mengira bahwa itu merupakan gang perumahan yang kecil sehingga tidak umum untuk dilewati. Sekitar pukul 18.00 hujan reda, kami mulai melangkahkan kaki.
Sekitar 15 menit berjalan, hujan mulai turun perlahan dan kita berhenti disebuah mushalla untuk melaksanakan shalat magrib. Untung saja kami berhenti untuk shalat, karena ternyata itu adalah mushalla/masjid terakhir yang kami lintasi sebelum memasuki Jalan Sepi. 30 menit shalat dan istrahat sejenak, hujan reda dan kami mulai melanjutkan perjalanan.
Berjalan 5 menit dari mushalla, rumah penduduk mulai sepi. Selain rumah penduduk yang semakin sepi, penerangan juga semakin minim. Yang kami pikirkan hanyalah "pasti ada perumahan setelah jalan sepi."
Tiba kami disebuah persimpangan. Terlihat sebuah warung yang diterangi lampu putih. Harapan mulai muncul. Kami berharap besar akan ada pemukiman setelah persimpangan tersebut.
Tapi harapan kami pupus setelah melewati persimpangan tersebut. Yang kami lihat hanyalah suasana gelap dengan penerangan yang sangat minim, dengan jarak lebih dari 100 meter untuk tiap lampunya. Jalan sepi yang minim penerangan, cuaca lembab setelah hujan, malam jum'at, sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. Selain itu, Daniel yang kami kenal merupakan anak yang memiliki "Kemampuan" yang lebih dibanding kami berdua, mencium bau nanah yang samar.
Puncaknya adalah di sebuah rumah yang diterangi dengan hangatnya lampu bohlam kuning, Daniel merasakan kehadiran "makhluk" yang berada di sekitarnya. Dan ketika ada suara (yang menurutku lebih terdengar seperti suara kucing) Daniel tak kuasa menahan teriaknya. Keadaan mulai sedikit tegang, kami berdua berusaha menenangkan Daniel dengan mengalihkan perhatiannya.
Tibalah di jalan yang benar benar sepi dan tidak ada penerangan sama sekali selain sentar dari hp yang bahkan baterainya kurang dari 20%. Untungnya dua pick up melewati jalan tersebut. Tanpa pikir panjang kami meminta tumpangan kepada pick up tersebut sampai jalan raya. Untungnya pengemudi pick up itu berbaik hati dan mau memberi tumpangan.
Ternyata langkah yang kami ambil sangat tepat karena ternyata sepanjang perjalanan yang tak kurang dari 500 meter hampir tidak ada rumah penduduk satupun. dan akhirnya kami melewati sebuah gapura yang memang nampak tidak begitu terawat. Kami sangat sangat bersyukur bisa melewati jalanan sepi tersebut dengan selamat.
Sekitar 5 menit pick up berjalan, akhirnya kami tiba di jalan raya. Kami turun dari pick up dan mengucapkan ribuan terimakasih kepada pengemudi pick up tersebut. Entah kenapa tidak terfikir untuk menanyakan bayaran kepada pengemudi tersebut. Mungkin karena terlalu larut oleh rasa lega bisa melewati jalanan tersebut dan wajah pengemudi tersebut juga terlihat ikhlas membantu kami.
Lalu kami mampir ke tempat duduk yang terletak tak jauh dari jalan keluar Coban Rais untuk memesan taksi online. Ternyata belum selesai "petualangan" kami, karena dijalan raya sekalipun tidak ada driver yang mau mengantar kami pulang. Aku sempat bertanya kepada bapak bapak yang ada di situ, dia bilang bahwa sulit untuk mendapatkan transportasi diatas jam 19.00. Jalan satu-satunya adalah ke terminal yang berjarak 2km dari tempat itu dan lagi lagi bapak itu ternyata ojek yang menawarkan jasa ke terminal.
Sebenarnya kami tak ingin mengulang perjalanan konyol kedua kalinya, tapi kami juga tak ingin cepat menyerah. Akhirnya kami putuskan untuk beristirahat sejenak sekaligus melaksanakan shalat isya di sebuah masjid yang terletak tak jauh dari pangkalan ojek tersebut. Tak sempat masuk ke dalam, aku yang awalnya mencoba untuk memesan taksi online, akhirnya mendapat driver.
Ternyata bapak itu adalah driver asal malang yang baru saja mengantar penumpang dari malang ke BNS. Kami sangat bersyukur bisa mendapatkan kendaraan untuk pulang. Itulah akhir dari pertualangan kami dan semua tiba dengan selamat.
Catatan :
Cerita ini bukanlah Cerita Misteri Coban Rais atau cerita yang dibuat untuk menakut-nakuti kalian yang mau berkunjung kesana. Malahan aku merekomendasikan kepada kalian untuk mengunjungi Coban Rais ini. Cuma disini yang ingin kusampaikan kepada kalian adalah beberapa tips saat ke Coban Rais :
1. Kalau kalian mau ke coban Rais sebaiknya membawa kendaraan pribadi, atau paling tidak rental kendaraan dan jangan pernah bergantung kepada transportasi umum, apalagi transportasi online.
2. Kalau kalian menggunakan kendaraan pribadi, sebaiknya pilih jalan yang ditunjukkan oleh google maps (jalur berwarna biru pada cerita di atas) karena kalau kalian memilih jalan yang kami lalui kalian berhadapan dengan risiko yang sangat besar.
3. Kalau kalian tidak membawa kendaraan pribadi dan kalian merupakan tipe orang yang sangat takut dengan suasana sepi / orang yang gak kuat jalan jauh, kusarankan naik ojek yang ada di gerbang Coban Rais dan kalau bisa langsung diantar ke terminal karena di Jalan raya.
4. Kalau kalian tidak membawa kendaraan pribadi dan kalian ingin menantang diri kalian untuk jalan kaki. Yang paling utama jangan sampai kalian pulang malam karena baik jalur biru atau jalur merah sama sama melewati jalanan sepi. Kalaupun terpaksa pulang malam, pilihlah jalur biru karena jalanan sepinya relatif lebih sedikit dan kemungkinan orang lewat lebih ramai.
Baiklah sobat
Itulah sedikit cerita dan tips untuk bepergian ke Coban Rais.
Itu Ceritaku, Mana Ceritamu ?
Sekitar pukul 16.15 kami memutuskan untuk turun ke gerbang dan memesan taksi online. Suasana berkabut mengiringi perjalanan turun kami, hingga di gerbang kabut sangat tebal hingga membuat jarak pandang tak lebih dari 10 meter. Berjuang mencari sinyal saja sudah membuat kami cukup pusing. Tak lama kemudian datang ibu-ibu menghampiri kami. Beliau mengatakan bahwa di daerah tersebut memang sangat susah untuk mencari taksi online, bahkan hampir tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah kita harus sampai ke jalan besar yang berjarak 2,7 km. Seperti dugaanku, ibu-ibu itu memang berniat menolong dengan menawarkan ojek yang tak lain adalah keluarga/kerabatnya. Dengan tarif 20 ribu rupiah perorang untuk 2,7 km kami menolak. Mungkin yang kami pikirkan saat itu adalah masih ada harapan untuk mendapatkan taksi online. lalu kami turun sedikit ke pemukiman warga, Namun karena turun hujan, lalu kami berteduh di sebuah pos yang berada di perempatan jalan.
(pos tempat nunggu taksi online) |
(garis biru dan merah hanyalah penjelas) |
mushalla tempat berhenti |
5 menit dari mushalla |
Tiba kami disebuah persimpangan. Terlihat sebuah warung yang diterangi lampu putih. Harapan mulai muncul. Kami berharap besar akan ada pemukiman setelah persimpangan tersebut.
Tapi harapan kami pupus setelah melewati persimpangan tersebut. Yang kami lihat hanyalah suasana gelap dengan penerangan yang sangat minim, dengan jarak lebih dari 100 meter untuk tiap lampunya. Jalan sepi yang minim penerangan, cuaca lembab setelah hujan, malam jum'at, sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. Selain itu, Daniel yang kami kenal merupakan anak yang memiliki "Kemampuan" yang lebih dibanding kami berdua, mencium bau nanah yang samar.
Puncaknya adalah di sebuah rumah yang diterangi dengan hangatnya lampu bohlam kuning, Daniel merasakan kehadiran "makhluk" yang berada di sekitarnya. Dan ketika ada suara (yang menurutku lebih terdengar seperti suara kucing) Daniel tak kuasa menahan teriaknya. Keadaan mulai sedikit tegang, kami berdua berusaha menenangkan Daniel dengan mengalihkan perhatiannya.
Tibalah di jalan yang benar benar sepi dan tidak ada penerangan sama sekali selain sentar dari hp yang bahkan baterainya kurang dari 20%. Untungnya dua pick up melewati jalan tersebut. Tanpa pikir panjang kami meminta tumpangan kepada pick up tersebut sampai jalan raya. Untungnya pengemudi pick up itu berbaik hati dan mau memberi tumpangan.
Ternyata langkah yang kami ambil sangat tepat karena ternyata sepanjang perjalanan yang tak kurang dari 500 meter hampir tidak ada rumah penduduk satupun. dan akhirnya kami melewati sebuah gapura yang memang nampak tidak begitu terawat. Kami sangat sangat bersyukur bisa melewati jalanan sepi tersebut dengan selamat.
Sekitar 5 menit pick up berjalan, akhirnya kami tiba di jalan raya. Kami turun dari pick up dan mengucapkan ribuan terimakasih kepada pengemudi pick up tersebut. Entah kenapa tidak terfikir untuk menanyakan bayaran kepada pengemudi tersebut. Mungkin karena terlalu larut oleh rasa lega bisa melewati jalanan tersebut dan wajah pengemudi tersebut juga terlihat ikhlas membantu kami.
Lalu kami mampir ke tempat duduk yang terletak tak jauh dari jalan keluar Coban Rais untuk memesan taksi online. Ternyata belum selesai "petualangan" kami, karena dijalan raya sekalipun tidak ada driver yang mau mengantar kami pulang. Aku sempat bertanya kepada bapak bapak yang ada di situ, dia bilang bahwa sulit untuk mendapatkan transportasi diatas jam 19.00. Jalan satu-satunya adalah ke terminal yang berjarak 2km dari tempat itu dan lagi lagi bapak itu ternyata ojek yang menawarkan jasa ke terminal.
Sebenarnya kami tak ingin mengulang perjalanan konyol kedua kalinya, tapi kami juga tak ingin cepat menyerah. Akhirnya kami putuskan untuk beristirahat sejenak sekaligus melaksanakan shalat isya di sebuah masjid yang terletak tak jauh dari pangkalan ojek tersebut. Tak sempat masuk ke dalam, aku yang awalnya mencoba untuk memesan taksi online, akhirnya mendapat driver.
Ternyata bapak itu adalah driver asal malang yang baru saja mengantar penumpang dari malang ke BNS. Kami sangat bersyukur bisa mendapatkan kendaraan untuk pulang. Itulah akhir dari pertualangan kami dan semua tiba dengan selamat.
Catatan :
Cerita ini bukanlah Cerita Misteri Coban Rais atau cerita yang dibuat untuk menakut-nakuti kalian yang mau berkunjung kesana. Malahan aku merekomendasikan kepada kalian untuk mengunjungi Coban Rais ini. Cuma disini yang ingin kusampaikan kepada kalian adalah beberapa tips saat ke Coban Rais :
1. Kalau kalian mau ke coban Rais sebaiknya membawa kendaraan pribadi, atau paling tidak rental kendaraan dan jangan pernah bergantung kepada transportasi umum, apalagi transportasi online.
2. Kalau kalian menggunakan kendaraan pribadi, sebaiknya pilih jalan yang ditunjukkan oleh google maps (jalur berwarna biru pada cerita di atas) karena kalau kalian memilih jalan yang kami lalui kalian berhadapan dengan risiko yang sangat besar.
3. Kalau kalian tidak membawa kendaraan pribadi dan kalian merupakan tipe orang yang sangat takut dengan suasana sepi / orang yang gak kuat jalan jauh, kusarankan naik ojek yang ada di gerbang Coban Rais dan kalau bisa langsung diantar ke terminal karena di Jalan raya.
4. Kalau kalian tidak membawa kendaraan pribadi dan kalian ingin menantang diri kalian untuk jalan kaki. Yang paling utama jangan sampai kalian pulang malam karena baik jalur biru atau jalur merah sama sama melewati jalanan sepi. Kalaupun terpaksa pulang malam, pilihlah jalur biru karena jalanan sepinya relatif lebih sedikit dan kemungkinan orang lewat lebih ramai.
Baiklah sobat
Itulah sedikit cerita dan tips untuk bepergian ke Coban Rais.
Itu Ceritaku, Mana Ceritamu ?
mantab gan
ReplyDeleteLiburan rasa urban legend...
ReplyDelete